Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2003

Murata-san

setelah enam bulan lebih tinggal di tempat barunya, murata-san tetangga saya akhirnya merasa butuh untuk berteman dengan orang-orang di sekitarnya. sore ini dia memanggil go-kun yang sedang main bola bersama seorang anak di gang belakang. mau eskrim? katanya. sejenak kemudian dia muncul di halaman belakang dengan setumpuk es krim di tangannya. go dan temannya menerima dengan gembira, masuk ke dalam rumah untuk menyimpannya. nenek go keluar menemui murata-san, mengucapkan terima kasih sekaligus mengkonfirmasi pemberian itu. murata-san sepertinya senang sekali ada yang mengajaknya bicara. seperti tak hendak membiarkannya berakhir, dia bercerita panjang lebar ketika egawa-san sudah ingin menutup pembicaraan.

Sado

Gambar
Sado (Traditional Japanese Tea Ceremony). Photo Credit: oluolu3 Hampir empat tahun berada di Tokyo, belum sekali pun saya mendapat kesempatan mengikuti sebuah upacara minum teh Jepang secara lengkap. Satu-satunya yang mendekati itu adalah ketika menutup jamuan makan siang di rumah Nakamura-sensei, profesor pembimbing suami saya. Tuan rumah menyajikan teh hijau dengan rangkaian ritual singkat yang dicomot dari bagian-bagian upacara Sado. Maka, ketika sebuah organisasi persahabatan internasional di Koganei, distrik tempat kami tinggal di barat Tokyo, mengadakannya untuk orang asing, saya langsung mendaftar ikut serta, tidak ingin melewatkan kesempatan itu.  Mengikuti upacara minum teh ini seperti menyingkapkan satu lagi rahasia sisi dalam Jepang yang selama ini tidak terjangkau bagi saya. Sudah lama saya mendengar bahwa upacara yang satu ini begitu penuh simbol dan ritual, seolah hanya kalangan ningrat atau terpilih saja yang dapat mengikutinya. Barangkali begitulah keadaannya di zaman d

i-Rambling

tak ada kejadian menarik di sekitar saya, begitu yang sering dikeluhkan orang ketika mereka ditanya mengapa sulit menulis diari. semua terlihat biasa, rutin, menjemukan. kejadian yang terus berulang, teramalkan dan tanpa kejutan. tapi ketika kita membaca tulisan orang lain tentang peristiwa sehari-hari mereka alami, tulisan itu terasa istimewa, kejadian yang diceritakannya terasa luar biasa. barangkali karena kita melihatnya dari sudut pandang orang luar. kejadian itu terjadi pada orang lain dan ternyata jika dilihat dari luar yang biasa tadi menjadi luar biasa. kalau demikian bukankah kejadian biasa dalam sudut pandang kita pun bisa jadi luar biasa dalam sudut pandang orang lain. kejadian luar biasa seperti apa yang kita tunggu supaya bisa menulis? kelahiran bayi, wafatnya orangtua atau tokoh besar, musibah dan bencana alam, penemuan ilmiah dan pembunuhan? kejadian-kejadian seperti itu begitu jarang terjadi. kalau itu yang diandalkan sebagai bahan-bahan tulisan yang menarik, hal yang

Ajisai

ajisai mulai berbunga. pertanda musim hujan tiba. kuncup rimbun hijaunya mengembang, mulai dari bagian terluar. tunas-tunas hijau menjelma kelopak biru, pink, putih dan kelabu. bagian tengahnya masih hijau. lama-kelamaan seluruh kuncup mekar, membentuk kumpulan bunga yang rimbun. ajisai yang saya tanam di halaman belakang setahun lalu punya empat rumpun bunga. baru satu yang mulai kembang. yang ada di halaman mizutani-san berbunga puluhan rumpun dengan ukuran yang lebih besar. banyak di antaranya telah mekar. warnanya biru tipis, nyaris putih. tanamannya tinggi dan lebat, barangkali telah berusia sepuluh tahunan.

midori senta no matsuri

festival tahunan balai desa. barangkali itulah istilah yang paling mendekati bagi kegiatan di midori centre kemarin. semua organisasi masyarakat yang menggunakan tempat ini sebagai tempat beraktivitas menampilkan hasil kegiatan mereka dalam festival tiga hari ini. acara hari sabtu dibuka dengan pertunjukan taiko di halaman depan. saya selalu terpukau dengan pertunjukan musik sederhana ini. dua tabuh besar masing-masing dipukul oleh dua orang mengharmonikan gerak dan pukulan, menghasilkan bunyi yang hampir seperti magis karena iramanya yang berulang dan bergelombang. bukan hanya tangan dan kaki mereka yang mengikuti gerak pukulan itu, kepala mereka pun bergoyang untuk membantu harmonisasi. seorang anak kecil menirukan gerak mereka di baris depan kerumunan penonton. saya tiba di sana sesaat sebelum pukul sepuluh. sepeda tidak bisa diparkir di tempat biasa karena halaman depan dipakai untuk pertunjukan taiko dan penjualan hasil pertanian. masuk ke dalam, orang-orang ramai berdesakan sejak

i-Rambling

pagi ini untuk sesaat sangat hening. tak ada bunyi kereta, lonceng pintu rel atau motor pengantar koran. gagak pun diam. suara dengkuran dari kamar sebelah juga sudah tidak sampai lagi ke telinga saya. seolah-olah tak ada makhluk lain di bumi ini yang terjaga kecuali saya. bayangkan kalau saya terdampar ke sebuah tempat yang benar-benar tak dihuni siapa pun. apakah saya akan merasa ada gunanya untuk terus bertahan hidup? barangkali saya akan berteman dengan binatang-binatang, tapi kalau bahkan binatang pun tidak ada, barangkali saya akan menikmati saja pemandangan yang ada. tumbuh-tumbuhan dan matahari, bulan dan bintang. tapi suasana hati saya akan sangat ditentukan oleh apa yang ada dalam ingatan saya. jika saya punya kenangan tentang hidup dalam lingkungan bermasyarakat, saya akan sangat merindukan untuk kembali berada di sana. saya akan punya daya dorong untuk mencari jalan kembali bertemu manusia. kalau saya tidak punya ingatan itu saya hanya akan didorong oleh kebutuhan fisik mak