Oleh-oleh dari Bologna

Tahun ini Indonesia hadir untuk kedua kalinya di pameran buku anak Bologna. Kehadiran Indonesia di pameran yang berlangsung dari 4 hingga 7 April 2016 ini terasa lebih semarak karena besarnya momentum yang diciptakan oleh kesuksesan Indonesia sebagai Tamu Kehormatan pada Frankfurt Book Fair tahun lalu. Meski udara Bologna awal April sepanjang hari sejuk bikin mengantuk, aktivitas di stand Indonesia selama empat hari itu tak pernah sepi dari pagi hingga sore.

Usai penataan stand, sehari sebelum pembukaan pameran

Stand Indonesia tahun ini tampil dengan desain yang jauh lebih menarik dibanding sebelumnya. Ornamen logo 17 Islands of Imagination menghiasi dinding lemari sekeliling stand. Lampu pijar yang berjejer di atas kepala menciptakan suasana hangat dan akrab. Pameran di Bologna dikhususkan untuk buku anak yang dicirikan oleh kekuatan ilustrasi, maka pada dinding luar stand ditampilkan gambar karya ilustrator Indonesia yang terpilih untuk dibawa ke Bologna tahun ini, Renata Owen.

Renata Owen, ketiga dari kiri, ilustrator yang karyanya dipajang
di  dinding luar stand Indonesia

Sejak hari pertama, stand Indonesia yang kali ini berukuran dua kali lebih besar dibanding tahun lalu, tak henti disinggahi pengunjung dari kalangan profesional yang mewakili penerbit maupun individu kreator konten yang secara khusus mendapat kesempatan untuk menunjukkan karyanya di pameran ini.

Konsistensi Indonesia tampil pada pameran buku internasional dalam dua tahun belakangan telah menunjukkan dampak pada dikenalnya Indonesia oleh penerbit asing yang mencari buku anak Muslim berkualitas, buku cerita bergambar dengan tema cerita rakyat klasik, buku pelajaran bahasa asing untuk anak-anak, dan, tambahan menarik tahun ini, novel misteri dan horor untuk remaja.

Banyak penerbit dari Turki datang ke stand Indonesia untuk mencari buku anak Muslim
(Foto: Stefano Romano)

Bertemu dan berbicara dengan banyak rekan penerbit dari berbagai negara senantiasa merupakan pengalaman menggairahkan di setiap pameran buku.  Dan di Bologna, hal itu ditambah lagi dengan pertemuan-pertemuan tak terduga dengan individu kreatif pencipta konten dan ilustrasi buku anak yang tak kenal lelah memperkenalkan karya mereka dari satu stand ke stand lain.

Pada hari pertama, saya bertemu Ran Chang, editor penerbit buku anak dan remaja dari China. Dia mencari buku fabel klasik Indonesia. Saya membawanya ke rak yang berisi deretan buku cerita rakyat karya Murti Bunanta. Ran Chang yang berambut lurus panjang dengan antusias mengamati ilustrasi sampul buku-buku itu, kemudian mengambil salah satu buku untuk diperhatikan lebih baik.

Penerbit asing jadi tertarik pada Indonesia lantaran kesan yang diperoleh dari
penampilan sebagai GoH pada FBF 2015.(Foto: Stefano Romano)

Ran Chang mengatakan sangat tertarik pada Indonesia setelah melihat penampilan pavilion Indonesia di Frankfurt pada Oktober tahun lalu. Pada hari-hari selanjutnya, banyak pengunjung yang berulang kali menyampaikan hal yang sama. Tampaknya berkah kesuksesan menjadi Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair benar-benar telah membukakan mata dunia industri penerbitan tentang Indonesia.

Pada hari kedua, seorang guru sekolah anak usia dini dari Bologna bercerita betapa di sekolahnya saat ini jumlah siswa anak imigran terus meningkat hingga nyaris mencapai 60% dalam satu kelas. Murid-murid imigrannya ini menghadapi masalah dalam hidup berbaur dengan masyarakat karena kesulitan dalam menguasai bahasa lokal. Orang tua mereka sebagai generasi imigran pertama masih menggunakan bahasa ibu di rumah. Pengalaman berbahasa lokal yang terbatas membuat mereka menghadapi masalah dalam belajar.

Kelompok masyarakat imigran ini, ujar ibu guru tersebut, membutuhkan bacaan yang berasal dari kebudayaan mereka dalam edisi bahasa Italia, buku-buku yang mengajarkan nilai-nilai religi dan cerita rakyat yang sudah mereka kenal. Saya berpikir, andaikata mudah mendapatkan mitra penerbit Italia yang bersedia menerbitkan terjemahan buku-buku tersebut, tentu saja kesempatan pertukaran budaya seperti itu sangat baik untuk dikembangkan.

Pada hari kedua ini pula datang seorang ilustrator Jepang berkimono lengkap. Namanya Chihiro Murasaki. Senyumnya hangat, hatinya ramah. Ilustrasinya banyak menggambarkan dunia flora dan fauna. Objek yang sering digambarkannya adalah ikan, kelinci, kucing, hutan, pohon, dan bunga. Chihiro tinggal di Suginami-ku, Tokyo. Saya bilang saya pernah tinggal di Koganei-shi, lalu sedikit-sedikit mencoba bicara nihongo dengan Chihiro. Natsukashii.
Chihiro Muramoto dari Creators Factory Tokyo
(Foto: Stefano Romano)

Hari berikutnya Chihiro kembali datang membawa teman-teman ilustratornya yang lain. Rupanya mereka tergabung dalam satu organisasi Creators Factory Tokyo, perkumpulan para ilustrator Tokyo yang setiap tahun ikut pameran di Bologna. Ilustrator yang dibawa ke Bologna selalu adalah ilustrator baru yang karyanya belum pernah terbit.

Creators Factory Tokyo datang membawa sekitar 20 ilustrator muda untuk berburu penerbit yang berminat dengan karya ilustrasi mereka. Sebuah upaya serius dan sistematis yang patut ditiru untuk mendukung perkembangan karier ilustrator muda.

Puncak kesibukan di stand Indonesia terjadi pada hari ketiga dengan acara Happy Hour di sore hari. Sempat ada kekhawatiran soal jumlah tamu yang akan hadir di acara ini, karena hanya dua orang yang menjawab undangan yang dikirimkan melalui email. Undangan cetak pun gencar diedarkan sejak hari pertama untuk memastikan bahwa kesempatan ramah tamah secara informal dalam acara Happy Hour itu bakal dihadiri banyak tamu.

Ternyata hidangan makanan dan minuman adalah undangan terbaik bagi siapa pun untuk berkumpul. Acara Happy Hour di stand Indonesia sore itu berlangsung sukses dan ramai. Rekan penerbit asing dari berbagai negara datang mengobrol dalam dalam suasana yang lebih cair dan membukakan peluang baru untuk berkomunikasi di masa-masa selanjutnya.
Suasana meriah pada acara Happy Hour Indonesia
(Foto: Stefano Romano)
Di Happy Hour saya bertemu penerbit buku anak Belanda yang ayahnya orang Indonesia dengan nama keluarga Sigar, pembuat komik dari Jepang yang telah puluhan tahun bermukim di Milan dan memberi informasi kontak penerbit komik Italia yang mungkin bisa dihubungi untuk menawarkan komik Indonesia. Peluang-peluang terbuka secara tak terduga dalam acara ngobrol santai sesama penerbit.
Bertemu dalam suasana informal dengan penerbit asing 
di Happy Hour (Foto: Stefano Romano)
Akhirnya, hari penutupan tiba. Tak banyak yang terjadi pada hari keempat. Beberapa pertemuan yang terjadi hari itu terkait dengan janji untuk mengambil sampel buku pada hari terakhir pameran. Selebihnya adalah review portofolio dari ilustrator yang masih gigih bergerilya hingga hari terakhir. Sebagian besar stand mulai berkemas sejak pukul sepuluh pagi, karena pameran hanya berlangsung setengah hari dan hall sudah harus ditinggalkan pada pukul 15.

Sebagian buku yang ada di stand Indonesia didonasikan kepada Asosiasi Bibli-‘Os yang mengelola perpustakaan di rumah sakit anak-anak di Bologna. Sebagian lagi dikemas untuk dikirim ke pameran selanjutnya di London, dan sisanya dikirim ke perpustakaan Kedubes Indonesia di Paris.
Sampai jumpaa!! ^__^ (Foto: Stefano Romano)

Pameran Bologna telah usai, kerja berikutnya adalah memastikan peluang yang muncul dalam empat hari ini bisa direbut menjadi transaksi yang nyata, dan merumuskan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan efektivitas partisipasi pada tahun berikutnya. Dan tentu saja, mengambil pelajaran dari interaksi dengan negara lain tentang bagaimana mengelola dan menampilkan konten kreatif Indonesia secara menarik untuk pasar internasional. Hadir di Pameran Bologna senantiasa menambah semangat dan kegairahan baru untuk memajukan dunia penerbitan buku anak Indonesia, memperkenalkan semakin banyak karya penulis dan ilustrator Indonesia ke tingkat internasional.

Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pidi Baiq dan Karya-karyanya

Pemberontakan seorang "Freelance Monotheist"