Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Melepas 2020

Gambar
“Waktu yang telah kauhabiskan untuk mawarmulah yang membuat mawarmu begitu penting.”  –Antoine de Saint-Exupery    Saya punya hobi baru belakangan ini: berkebun.

Izmailovo Kremlin

Gambar
Suhu minus satu derajat di Moskwa ketika Tanya membawa kami berkeliling Izmailovo Kremlin kemarin. Hamparan salju tipis menutupi seluruh permukaan, tetesan air beku menjuntai dari tepi-tepi atap. Untunglah saya tak harus merasakan dingin menggigilkan itu untuk mengikuti perjalanan ini. 

Madeleine de Proust: Hujan, Rumput dan Buku

Gambar
Sisa hujan di helai rumput. Bandung, Juni 2011   Saya tak suka hujan pagi, karena ia membuat hari yang baru dimulai langsung terasa seperti senja. Tapi gerimis yang turun awal pagi minggu lalu terasa menyenangkan. Karena, bersamaan dengan turunnya rinai tipis kala itu, ada yang sedang memangkas rumput yang sudah tumbuh tinggi di halaman. Udara jadi penuh wangi potongan rumput segar bercampur aroma hujan.

Tiga Matra Perjalanan dalam Satu Buku

Gambar
Dalam masa ketika bepergian sangat dibatasi seperti sekarang ini, perjalanan bukan berarti tak dapat dilakukan sama sekali. Karena sesungguhnya, perjalanan bukan hanya terbatas pada perjalanan fisik, yang berupa perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Perjalanan juga dapat dilakukan di dalam memori — melintasi waktu untuk melihat kembali hal-hal penting yang pernah kita alami, dan perjalanan di dalam batin — menjelajah ke dalam jiwa untuk menemukan kesejatian dan identitas diri.

"Memento Mori"

Gambar
"Kau dapat meninggalkan kehidupan saat ini juga. Biarlah itu menjadi penentu apa yang kau lakukan, katakan dan pikirkan."  (Marcus Aurelius) Frans Snyders, Game and fruit on a table (1625) via Wikimedia Commons  Raung ambulans lebih sering terdengar belakangan ini. Berita duka kepergian abadi kawan dan kerabat bertubi-tubi melintas di linimasa setiap hari. Maut terasa lebih dekat di masa pandemi. Kita diingatkan padanya tanpa henti. Dan, seperti penumpang kapal yang sedang dihantam badai di tengah lautan, kita mencoba bertahan dengan sekuat tenaga mencengkeram tepi. Dalam lotere nasib, kita tak tahu siapa yang akan jatuh, siapa yang akan bertahan hingga badai berlalu dan selamat menembus amuknya. 

Hotaru dan Haiku

Gambar
  Ochanomizu hotaru. Kobayashi Kiyochika, circa 1880 Pada awal musim hujan seperti sekarang, saya dan anak-anak suka duduk di teras belakang menjelang malam, melihat kunang-kunang. Waktu kecil, mereka pernah benar-benar menangkap beberapa kunang-kunang dan menyimpannya di dalam botol kaca, hanya untuk mencoba membuat lampu kunang-kunang seperti banyak digambarkan dalam komik dan anime, lalu dilepas lagi. Ada kesan lembut dan halus pada kunang-kunang yang membuatnya amat menarik perhatian. Kelap-kelipnya yang lemah dan terbangnya yang lambat seperti suar bergerak dalam gelap. Daya tarik makhluk bercahaya ini membuat berkembangnya banyak cerita rakyat, mitos, takhayul, dan puisi terkait dengan kunang-kunang dalam berbagai latar budaya.     Di Indonesia, misalnya, dikatakan bahwa kunang-kunang berasal dari kuku orang mati. Di Cina zaman kuno, kunang-kunang diyakini berasal dari pembakaran rumput. Naskah Cina kuno mengisyaratkan bahwa hobi yang populer di musim panas adalah menangk

Mengakali Akrasia

Gambar
"Tak seorang pun akan secara sengaja memilih yang buruk.”    (Socrates)  Kita semua pernah melakukannya, menunda-nunda waktu untuk melakukan pekerjaan penting. Istilahnya prokrastinasi. Para penulis adalah yang paling sering melakukan prokrastinasi, dan mereka mencoba bermacam trik untuk mengatasinya. Konon, di balik novel-novel hebat ada kisah prokrastinasi yang tak kalah hebat.  Herman Melville dikisahkan dirantai oleh sang istri ke meja tulisnya untuk memaksa dia agar menyelesaikan penulisan novel epiknya Moby Dick . Victor Hugo menyuruh asistennya untuk menyimpan semua pakaiannya di dalam lemari terkunci agar dia tak bisa pergi-pergi pesta keluar dan diam di rumah untuk menuntaskan penulisan The Hunchback of Notre Dame .  Margaret Atwood menyebut dirinya “prokrastinator kelas dunia”. Rutinitas paginya terdiri dari jalan-jalan berkeliling karena stres sepanjang pagi sampai kecemasannya hilang dan baru mulai menulis sekitar pukul tiga sore. Meski begitu dia menjadi penulis yan

Menjumpai yang Sublim

Gambar
“Storm in the Mountains,” by Albert Bierstadt, c. 1870 Musim hujan tiba. Ada saat-saat mendebarkan dalam musim hujan, yang saya tunggu dengan cemas-harap. Ketika awan gelap menggantung di langit, diiringi suara petir menggelegar, kemudian tiba-tiba udara dingin dan gelap, lalu turun hujan lebat disertai angin kencang. Jendela kaca bergetar, butiran hujan jatuh deras menghantam atap dan kaca jendela. Untuk beberapa saat pertama rasanya tak ada hal yang lebih penting untuk dilakukan. Kita terdiam, menatap keluar jendela. Muncul rasa syukur jika kita saat itu berada di tempat aman. Sambil mencemaskan mereka yang terancam banjir, tersambar petir, terjebak dalam perjalanan yang terpaksa terhenti oleh hujan. Hidup di dalam kota, jauh dari bentang alam terbuka, sehari-hari berada di tengah jejeran bangunan dan kendaraan di jalanan, hujan badai membuat kita sejenak berjumpa dengan keliaran alam. Sebagaimana melihat langit malam membuat kita merasakan keagungan semesta, di hadapan hal-hal semac

Hari Buku Foto Sedunia 2020

Gambar
Tanggal 14 Oktober diperingati sebagai Hari Buku Foto Dunia, terkait penerbitan karya Anna Atkins "Photographs of British Algae: Cyanotype Impressions" pada 1843, yang disebut sebagai buku fotografi pertama yang pernah dibuat.  Tahun ini adalah perayaan ke-177 tahun sejak buku tersebut dikoleksi oleh British Museum. Katalog British Library untuk buku ini mencantumkan deskripsi: "Buku pertama dengan ilustrasi fotografis cyanotype ini merupakan salah satu batu loncatan terpenting dalam perkembangan sejarah fotografi." Bagi saya buku foto, sebagaimana buku-buku lainnya, adalah medium untuk menjangkau emosi yang tersimpan di dalam diri. Lewat buku foto, emosi itu terbangkitkan melalui apa yang terlihat di mata. Jika narasi dalam novel membangkitkan kepekaan melalui alur cerita dan keindahan verbal, narasi dalam buku foto terbangun melalui rekaman momen, ekspresi, urutan gambar. Tak perlu banyak kata. Kedalaman makna tercapai dalam cara yang berbeda. Di anta

Dilema Schadenfreude

Gambar
Di masa pandemik ini, sering kita dengar ada orang-orang yang tidak percaya keberadaan virus Corona. Mereka mengatakan Covid-19 itu hoax , konspirasi dunia kesehatan untuk mengambil keuntungan, dan pemerintah bereaksi berlebihan. Orang-orang ini tak mau mengikuti protokol kesehatan untuk selalu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Tapi tak jarang begitu dites usap, di antara mereka ada yang terbukti positif. Setelah itu pun sebagian mereka masih tetap bersikeras, itu bukan karena virus corona. Warganet menyikapi kabar semacam ini dengan bersikap "syukurin, rasain". Pemuncak dari kelompok penyangkal ini tak lain adalah presiden AS sendiri, Donald Trump yang beberapa hari lalu baru dinyatakan positif Covid-19. Berita itu seperti ledakan bom yang mengejutkan seluruh dunia dan menimbulkan berbagai macam reaksi dari simpati hingga rasa puas, lantaran begitu bombastisnya selama ini penyangkalan Trump. Sebagian orang terang-terangan mengatakan Trump tak pantas mend

Nengsih: Kisah Lara dari Cimenyan

Gambar
  Nengsih di kebun di halaman rumahnya. Cikored, 27 September 2020 Nama saya Nengsih.   Umur 27 tahun. Saya sedang pusing dengan sebuah masalah.  Anak pertama saya, Desi, sebentar lagi berusia sama seperti saya ketika pertama kali dikawinkan. Ya, kini dia 12 tahun. Dia tampak makin cantik. Sekarang sudah pintar berdandan. Tidak lagi kucel dan kumal seperti waktu masih kecil. Dulu saya memang tak sempat merawat anak-anak dengan baik.   Pagi-pagi sebelum mereka bangun, saya sudah harus pergi keluar rumah mencari rumput untuk makanan ternak. Kami sekeluarga bekerja merumput domba milik orang lain yang menitipkan dan dari situ kami mendapatkan bagi hasil. Saya harus mengurus domba, karena kalau tidak, dombanya bisa sakit dan kurus. Hanya itu yang bisa saya lakukan untuk mencari nafkah sejak saya ditinggal suami.   Nengsih, Desi dan Gunawan. Curug Batutemplek, 23 September 2018 Dulu sebelum tahun 2018, saat bersama suami, penghasilannya juga tidak mencukupi sehingga saya harus merumput

FOBO: Lumpuh dalam Kelimpahan Pilihan

Gambar
Mall TSM Bandung sebelum Covid Hari-hari ini saya sedang berusaha mencari hadiah ulang tahun untuk anak sulung saya yang bulan depan berusia dua puluh. Dalam keterbatasan pergerakan saat ini, andalan saya adalah toko online. Saya berharap dengan mengetikkan kata kunci tumbler atau headset di kotak pencarian Shopee atau Lazada, urusan bisa selesai dengan cepat. Tapi rupanya tak semudah itu. Shopee menampilkan 100 halaman hasil pencarian dengan masing-masing halaman berisi 50 jenis tumbler. Lazada menyebutkan ada 1.688.191 barang ditemukan untuk "headset". Oh, baiklah. Ada ribuan bahkan jutaan pilihan yang muncul untuk setiap barang yang saya cari, dengan beragam variasi warna, bentuk, harga, ukuran, fungsi, lokasi penjual. Untuk headset ada pula pilihan gaming, bluetooth, full bass dan macam-macam lagi. Belum lagi berhadapan dengan aneka ragam merek dan rekomendasi dari para reviewer. Terlalu banyak variasi, terlalu banyak pilihan, perlu lebih banyak waktu untuk menentukan ma

Momen Serendipitas

Gambar
Kadang-kadang ketika memotret di jalan atau dalam perjalanan, saya merasa beruntung mendapatkan momen yang membuat foto jadi menarik. Saya tidak menyebut diri pemotret yang baik, karena belum cukup banyak melakukannya untuk mendapatkan hasil yang konsisten dalam kualitas. Tapi beberapa foto benar-benar saya suka sebab momen yang terbekukan di dalam bingkai, karena berbagai alasan, jadi menarik untuk dilihat. Salah satu yang saya suka adalah foto ini. Dipotret di pelataran Piazza del Duomo, Milan, tempat yang sangat ramai dengan pengunjung pada suatu sore di akhir bulan Maret 2018. Cuaca menjelang awal musim semi masih cukup dingin. Orang-orang berjalan sambil mencoba menghangatkan badan. Saya memotret random moment , tanpa berhenti untuk melihat apa yang terekam dalam kamera. Dua peristiwa ini kebetulan terekam di dalam satu bingkai. Saya menjudulinya “Dua Cara Mengusir Dingin”.  Milan, 29 Maret 2018 Pada kesempatan lain, warna-warna secara tak sengaja hadir bersamaan dalam satu bingka

Mengapa Menerjemahkan

Gambar
Edisi Indonesi terbitan Yayasan Obor, 2019 Tahun lalu, saya mendapatkan dua jilid Don Quijote persis pada hari ulang tahun. Hadiah yang menyenangkan, karena inilah pertama kali buku tersebut terbit dalam versi utuh berbahasa Indonesia. Gunawan Mohamad menyebut penerbitannya sebagai satu dari “dua hal yang bersejarah dalam dunia sastra dan seni kita” pada 2019. Sebelumnya novel karya Miguel de Cervantes ini dalam bahasa Indonesia hanya tersedia dalam bentuk ringkas untuk anak-anak. Yayasan Obor yang menerbitkan terjemahannya dari edisi pertama dan meluncurkannya pada Juli 2019 dalam dua jilid masing-masing setebal 400-an halaman. Ini sebuah kerja luar biasa, mengingat novel klasik dengan ketebalan hampir seribu halaman ini terbit pertama kali di Spanyol pada 1605. Tentunya bahasa Spanyol empat abad silam itu sangat berbeda dari yang sekarang, pasti banyak kata dan istilah yang perlu dirujuk maknanya kembali. Saya salut dengan upaya penerjemahnya, Apsanti Djokosusanto. Pada kata penganta

Kafka di Tengah Hujan Badai

Gambar
Wajah orang atau kucing? Gambar di sampul dengan cermat mewakili aspek cerita novel ini. Setelah membaca beberapa novel Murakami, saya bisa mengatakan saya lebih tertarik pada ekspresi artistiknya, metafora segar, makna tersembunyi, dan dialog-dialog cerdasnya daripada plot cerita, drama dan romansanya.  Dunia surrealisme yang digambarkan Murakami tentu saja masih menarik, penuh kejutan. Realisme magisnya selalu berhasil membuat kita terlontar ke dunia  lain, terbawa ke dalam imajinasi yang lepas. Tokoh-tokohnya mengalami banyak penderitaan, kesepian, petualangan seks, krisis, dan kebahagiaan. Namun beberapa hal terasa mengulang dari novel ke novel, Murakami terasa mendaur ulang beberapa trik bercerita dalam novelnya. Dalam Kafka on the Shore , Murakami menggambarkan dua perjalanan paralel melintasi ruang dan waktu. Alur pertama dari sudut pandang Kafka Tamura, remaja lima belas tahun yang pergi meninggalkan rumahnya. Bertekad menghindari kutukan Oedipus yang diramalkan ayahnya. Namu