Anne Quindlen seorang liberal. Dia mendukung aborsi, mendukung hak gay dan lesbian, penyebaran kondom di sekolah-sekolah. Sisi lainnya, dia kritis pada rasisme, tidak setuju perang Teluk dan tidak sepihak dengan Republikan. Dia seorang ibu tiga anak yang suka berjalan-jalan bersama dan mengajak anaknya bicara tentang apa-apa yang tidak mereka mengerti. Tapi saya bertanya, dengan semua sikap liberalnya itu apa arti tindakannya mematikan televisi ketika anaknya datang saat dia sedang menonton siaran dengar pendapat senat untuk kasus pelecehan seksual Anita Hill.

Apa artinya bagi saya saat ini ketika seorang memberi tahu bahwa perang Irak yang meletus ini sudah direncanakan sejak lima tahun lalu. Saya hanya semakin apatis saja pada peluang damai di bumi ini. Saat ini barangkali mereka sedang bikin rencana sebuah perang lain untuk lima tahun mendatang.

Kawan-kawan di asah sedang ribut dengan soal lesbianisme dalam novelnya Oka Rusmini, Tarian Bumi. Ary, Jazim dan Sugeng menyatakan kekagetan mereka tentang tema-tema penyimpangan seksual yang terus muncul dalam karya sastra indonesia belakangan ini. Ani Sekarningsih sekali lagi berdiri di pihak yang menerima segala bentuk ekspresi sebagai bagian dari kenyataan yang ada di bumi ini.

Saya mengerti bahwa kawan-kawan yang keberatan itu adalah pemeluk agama yang taat, yang menjalani hidup ini sesuci mungkin dan memandang kehidupan dunia ini sebagai tugas untuk menyerukan ajaran agama. Banyak orang Indonesia adalah pecinta agama yang jeri dengan gaya hidup bebas. Saya tidak tahu apakah itu lantas berarti mereka menutup mata akan adanya penyimpangan perilaku seksual sebagian anggota masayaarakat. Mungkin mereka berpandangan bahwa karya fiksi harus mengemban tugas pula sebagai penyeru sebuah gaya hidup yang ideal.

Saya kira tidak adil kalau sebuah karya fiksi harus selalu menyampaiakn perilaku yang ideal saja. Sebuah fiksi bukanlah buku dakwah yang menyerukan pembacanya pada sebuah perilaku ideal menurut ajaran agama. Porsi karya fiksi dalam soal ini adalah menyampaikan pengalaman seorang karakter dengan cara yang sedekat mungkin sehingga pembaca dapat merasakan pengalaman itu seolah-olah dia mengalami sendiri.

Tentu saja penyimpangan perilaku yang pernah hadir dalam sastra bukan hanya menyangkut seksual, tapi banyak penyimpangan jiwa lain, misalnya kanibalisme atau child abuse. Sama-sama penyimpangan tapi barangkali tidak akan mendapat tentangan keras dari para pemrotes ini.

Saya kira sebaiknya sebuah karya sastra ditimbang dengan ukuran yang layak baginya. Ukurlah dengan karakterisasinya, kebagusan dialognya, daya tarik kalimat pembukanya, endingnya, suspensenya, plot dan konfliknya.

Komentar

Populer

"Memento Vivere"

Pidi Baiq dan Karya-karyanya

Pemberontakan seorang "Freelance Monotheist"