Postingan

i-Quote

Ujian satu-satunya bagi keabsahan sebuah ide religius, pernyataan doktrinal, pengalaman spiritual atau praktik peribadatan adalah bahwa ia harus langsung menggiring ke arah tindakan belas kasih. Jika permahaman Anda tentang yang ilahi membuat Anda lebih ramah, lebih empatik, dan mendorong Anda untuk menunjukkan simpati dalam tindakan nyata, itulah teologi yang baik. Tapi jika pemahaman Anda tentang Tuhan membuat Anda tidak ramah, pemarah, kejam atau merasa benar sendiri atau jika itu menggiring Anda untuk membunuh atas nama Tuhan, itu adalah teologi yang buruk. -- Spiral Staircase (Karen Armstrong)

Izu

Hari ini saya sendirian di rumah. Hanifa dan ayahnya ikut perjalanan wisata ke Izu dengan bus bersama kelompok pelajar asing di Todai. Sejak beberapa hari lalu Hanifa sudah dipersiapkan untuk perjalanan ini. Dia tahu dia pergi hanya dengan ayahnya, akan menginap satu malam di sana dan saya tidak akan ikut. Ketika akan berangkat tadi Hanifa berpesan bahwa saya tidak akan sendirian di rumah karena bisa bermain bersama boneka-bonekanya dan ada "Tomi." Melihat fotonya di dinding saya tiba-tiba disergap kangen. Tidak ada suara ributnya, celotehannya mengomentari segala yang saya lakukan, berbicara dengan boneka dan derap kakinya yang berlari ke sana kemari. Hari ini Hanifa berulang tahun ketiga. Tiga tahun menjadi orangtua bagi satu anak ini merupakan pengalaman paling penting dalam hidup saya sejauh ini. Saya makin melesak masuk ke dalam peran itu. Saya ingin menjalankannya dengan sebaik yang saya bisa. Makin hari saya makin ingin tahu tentang perkembangan seorang anak, bagaimana

Ide

Seorang teman menulis tentang ide. Dia memperlakukan ide seperti barang yang bisa ditimang-timang, kemudian dilempar keluar jendela. Tulisannya berjudul, "Wahai Ide, Keluarlah Kau dari Gua!" Saya teringat apa yang ditulis Jeff dalam The Writer's Idea Book. Ide tidak bisa dipanggil datang. Dia akan muncul tanpa ditunggu. Hanya dengan banyak menulis orang dapat merasakan ide muncul dalam dirinya. Coba menunggu, dan kau akan menunggu lama sekali. Sampai bosan. Kadang ide datang pada saat yang tidak diduga. Tadi malam, di tengah tidur yang tak nyenyak, saya mendapat dua ide tulisan. Saya membolak-baliknya dalam pikiran. Mencoba seluruh sudut pandang. Makin saya pikirkan makin membanjir alirannya. Saya takut tidak bisa mengingatnya ketikab bangun besok pagi. Saya harus segera mencatatnya. Kalau saya membiarkannya hanya larut dalam benak, besok pagi ketika bangun, saya hanya ingat pernah mempunyai ide tak tak kunjung bisa menyebutkan apa isinya. Saya akan menyesal. Tapi ide itu

i-Rambling

saya selalu melewati toko itu kalau mau belanja ke discount. toko sayur di pertigaan jalan, kecil dan tua. ketika melewatinya saya sempat melihat label harga yang dipasang di setiap kelompok sayuran. bawang bombay satu plastik isi enam seratus yen. timun seplastik isi empat delapan puluh yen, wortel juga seratus. terong dan labu juga. harganya lebih murah. tapi saya tidak pernah berhenti di sana. mungkin hanya karena kebiasaan saya selalu berbelanja di tempat yang sama. discount memang toko yang lebih murah dibanding supermarket yang lain. meski untuk berbelanja di situ saya harus berdesak-desakan di tempat parkir sepeda, dan bersempit-sempit di lorong belanja karena toko itu begitu padat barang dan padat pengunjung. pada saat membayar pun harus antri panjang, apalagi di akhir pekan. saya tidak pernah keberatan dengan semua pengalaman belanja yang susah payah ini, karena saya memang membutuhkan harga yang murah dan barang yang baik. tapi kemarin saya mendapat pengalaman belanja yang be

Murata-san

setelah enam bulan lebih tinggal di tempat barunya, murata-san tetangga saya akhirnya merasa butuh untuk berteman dengan orang-orang di sekitarnya. sore ini dia memanggil go-kun yang sedang main bola bersama seorang anak di gang belakang. mau eskrim? katanya. sejenak kemudian dia muncul di halaman belakang dengan setumpuk es krim di tangannya. go dan temannya menerima dengan gembira, masuk ke dalam rumah untuk menyimpannya. nenek go keluar menemui murata-san, mengucapkan terima kasih sekaligus mengkonfirmasi pemberian itu. murata-san sepertinya senang sekali ada yang mengajaknya bicara. seperti tak hendak membiarkannya berakhir, dia bercerita panjang lebar ketika egawa-san sudah ingin menutup pembicaraan.

Sado

Gambar
Sado (Traditional Japanese Tea Ceremony). Photo Credit: oluolu3 Hampir empat tahun berada di Tokyo, belum sekali pun saya mendapat kesempatan mengikuti sebuah upacara minum teh Jepang secara lengkap. Satu-satunya yang mendekati itu adalah ketika menutup jamuan makan siang di rumah Nakamura-sensei, profesor pembimbing suami saya. Tuan rumah menyajikan teh hijau dengan rangkaian ritual singkat yang dicomot dari bagian-bagian upacara Sado. Maka, ketika sebuah organisasi persahabatan internasional di Koganei, distrik tempat kami tinggal di barat Tokyo, mengadakannya untuk orang asing, saya langsung mendaftar ikut serta, tidak ingin melewatkan kesempatan itu.  Mengikuti upacara minum teh ini seperti menyingkapkan satu lagi rahasia sisi dalam Jepang yang selama ini tidak terjangkau bagi saya. Sudah lama saya mendengar bahwa upacara yang satu ini begitu penuh simbol dan ritual, seolah hanya kalangan ningrat atau terpilih saja yang dapat mengikutinya. Barangkali begitulah keadaannya di zaman d